Analisis Kritis terhadap Epistemologi Studi al-Qur’an Mohammed Arkoun
DOI:
https://doi.org/10.38073/rasikh.v6i1.26Keywords:
Studi al-Qur’an, postmodernisme, hermeneutikaAbstract
Studi ilmu al-Qur’an pada era kontemporer menemui berbagai tantangan baru. Salah satu di antaranya penggunaan metode-metode modern yang lahir dari tradisi filafat Barat. Persoalannya adalah, penggunaan metode modern itu dalam perjalanannya menggeser metode standar dalam ulum al-Qur’an sebagaimana dijalankan oleh para ulama ahli al-Qur’an. Dalam hal ini, Mohammed Arkoun, menggunakan metode filsafat postmodernisme dalam menganalisis al-Qur’an. Pemikiran-pemikiran tentang tradisi Islam dan konsep wahyu diuraikan oleh Arkoun dengan analisa-analisa filosofis yang berasal dari para ilmuan-ilmuan Prancis, seperti Jecques Derrida, Paul Ricour, Michel Foucault, Ferdinand de Saussure, Roland Barthes dan lain-lain. Arkoun mempertanyakan kembali esensi wahyu sebagai Kalamullah yang suci. Ia membaca kalam Allah yang transenden dan kalam-Nya dalam tataran imanen yang ia sebut wacana wahyu.Dengan merujuk kepada pendapat Paul Ricoeur, Arkoun membedakan tiga tingkatan wahyu. Pertama, wahyu Allah sebagai yang transenden, dengan beberapa fragmen kecil saja yang diwahyukan lewat para nabi. Kedua, wahyu yang diturunkan secara oral melalui nabi-nabi Israel, Yesus dan nabi Muhammad. Wahyu ini diwujudkan dengan berbagai bahasa, wahyu yang turun kepada para nabi Israel menggunakan bahasa Ibrani, wahyu yang turun kepada Yesus berwujud bahasa Aramaik dan nabi Muhammad SAW menerima wahyu dalam bentuk bahasa Arab. Wahyu ini menurut Arkoun disampaikan secara lisan dalam waktu yang panjang sebelum ditulisakan. Ketiga, obyektifitas firman Tuhan berlangsung menjadi korpus tertulis dan kitab suci ini pun bisa dibaca oleh kaum beriman hanya lewat versi tertulisnya, terlindung dalam korupus yang secara resmi ditutup. Dalam konsep al-Qur’an, kanon firman Tuhan itu diresmikan secara tertulis oleh Khalifah Ustman bin Affan.
Dengan menggunakan perangkat-perangkat ilmu Barat-modern, Arkoun mengubah status al-Qur’an. Arkoun mengharuskan mempraktikkan ilmu antropologi, linguistik dan sejarah untuk membeber fakta yang sebenarnya yang bersemayam dalam wahyu. Secara terus terang metode yang ditawarkan adalah metode yang telah diterapkan oleh masyarakat Kristen dan Yahudi. Ia ingin mengubah masyarakat Islam seperti Barat pada era renaissance. Dengan demikian, persoalan pemikirannya tentang studi al-Qur’an bermula dari epistemologi Arkoun yang ia gunakan. Artikel ini mengkaji pemikiran Arkoun tentang stui al-Qur’an dengan didahului oleh kajian kritis epistemologinya.
Downloads
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2017 Kholili Hasib
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.